Penemuan asam folat adalah proses yang panjang dan bertahap. Pada awalnya, asam folat dikenal sebagai faktor antianemia tertentu yang ditemukan dalam hati sapi dan sayuran berdaun hijau.
Pada tahun 1931, peneliti Lucy Wills menemukan bahwa anemia megaloblastik, suatu kondisi yang ditandai dengan sel darah merah yang besar dan tidak matang, dapat dicegah dengan memberikan ekstrak hati sapi kepada pasien.
Pada tahun 1941, peneliti Conrad Elvehjem menemukan bahwa ekstrak hati sapi yang dapat mencegah anemia megaloblastik mengandung faktor antianemia yang larut dalam air.
Pada tahun 1943, peneliti Theodore R. Carson dan Conrad A. Elvehjem berhasil mengisolasi dan memkristalkan faktor antianemia yang larut dalam air ini. Mereka menamakan zat ini sebagai "faktor folat".
Pada tahun 1945, peneliti John C. King dan Conrad A. Elvehjem berhasil menentukan struktur kimia faktor folat.
Pada tahun 1950, peneliti Louis Fieser dan Mary Fieser berhasil mensintesis asam folat secara kimiawi.
Asam folat adalah vitamin B yang larut dalam air. Asam folat berperan penting dalam pembentukan sel darah merah, pertumbuhan dan perkembangan janin, serta sintesis DNA.
Asam folat dapat ditemukan dalam berbagai makanan, seperti sayuran berdaun hijau, hati, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Asam folat juga dapat ditambahkan ke dalam makanan dalam bentuk suplemen.
Asam folat sangat penting bagi wanita hamil. Asam folat dapat membantu mencegah cacat lahir, seperti spina bifida dan anensefali. Oleh karena itu, wanita hamil dianjurkan untuk mengonsumsi asam folat sebanyak 400 mikrogram per hari.
Posting Komentar untuk "Sejarah Penemuan Asam Folat"